Pengunjung Blog

Musik

JKT48 Fortune Cookie Yang Mencinta – brought to you by mBoX Drive

Free Mp3 Uploads at mBoX Drive

Rabu, 23 Oktober 2013

PENELITIAN SASTRA (Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar di Kecamatan Mariso Kota Makassar)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Sastra lama disebut juga sastra Nusantara atau sastra daerah yang kini tersebar di seluruh Nusantara dalam jumlah yang cukup besar. Bahasa-bahasa daerah di Nusantara masih memiliki sastra lama yang masih tersimpan dalam bahasa-bahasa daerah yang umumnya berbentuk lisan. Sastra lama ini terancam kepunahannya disebabkan kurangnya perhatian mastarakat akibat nilai-nilai dan sikap hidup yang telah berubah. Fungsinya yang hidup berangsur-angsur menipis dan hilang. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman yang selalu menggunakan logika berpikir dan membuktikannya dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam sastra lisan tentukan terdapat bermacam-macam bentuk, fungsi, dan jenis yang berbeda. Salah satu jenis sastra lama adalah mantra. Mantra merupakan salah satu bentuk puisi lama dianggap sebagai bentuk puisi tertua di Indonesia.
(Badudu, 1984:5-6).
    Mantra sebagai bentuk puisi tentunya mempunyai ciri sebagaimana halnya dengan karya klasik lainnya, antara lain tidak memiliki nama pengarang (anonim). Itulah sebabnya mantra dikatakan sebagai salah satu jenis sastra puisi yang tertua. Penyebaran sastra lama termasuk mantra berlangsung secara lisan dengan menggunakan sistem yang ketat.
    Mantra mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang tergantug pada tujuan yang hendak dicapai. Misalnya mantra bepergian yang dipakai saat masyarakat  berpergian, mantra mandi untuk membersihkan badan dan diri, dan mantra tidur.

1.2    Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar di Kecamatan Mariso Kota Makassar?”.

1.3    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar di Kecamatan Mariso Kota Makassar.

1.4    Manfaat Penelitian 
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah mengetahui ”Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar di Kecamatan Mariso Kota Makassar”.


BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Sastra
    Secara kata kesusastraan berasal dari kata dasar susastra, terjadi su dan kata dasar sastra. Su berarti bagus dan indah; sastra dalam bahasa sanskerta sastra berasal dari kata cas sama dengan belajar, akhiran tra berarti yang harus di … (Erna Husnan, 1984 : 4)
    Sastra adalah karangan lisan atau tulis yang memiliki keunggulan, keorsinilan, kemudian dalam isi dan ungkapan (Sudjiman, 1980:71). Bertolak dari beberapa konsep tersebut beberapa ahli memberi batasan tentang sastra yaitu sebagai berikut:
1.    Sastra adalah sebuah nama yang diberikan pada sejumlah hasil tertentu dalam suatu kebudayaan (Luxemburg, 1984:9).
2.    Sastra adalah karya tulis yang memiliki ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan, isi dan ungkapannya, jika dibandingkan dengan karya tulis yang lain (Suprapto, 1993:77).
3.    Sastra merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (Esten, 1994).
Berdasarkan arti katanya maka yang disebut kesusastraan itu adalah semua tulisan atau karangan yang indah, yang bernilai, artinya yang didalam terdapat keseimbangan antara keindahan isi yang dapat dilahirkan dengan bentuk bahasa yang indah. Lebih lanjut bahwa arti kesusastraan antara keindahan isi yang diambildari kata itu pada hakekatnya tidak mencakup apa yang disebut seni sastra ini, sebab seni sastra termasuk pula segala ucapan dan cerita atau dongeng yang tidak ditulis (lisan). Jadi kesusastraan dalam pengertian yang luas adalah segala hal kegiatan manusia yang bersifat seni yang memakai bahasa semata-mata hanya sebagai alat.

2.2 Sastra Lisan
    Budaya lisan secara etimologi berasal dari “Oral Cultur”. Pembicaraan budaya lisan dipertentangan dengan sastra lisan atau cerita rakyat yang pada umumnya berbentuk lisan. Muncul istilah sastra lisan yang merupakan terjemahan istilah bahasa asing yaitu oral literatur. Sastra lisan adalah  kesusastraan yang mencakup ekspresi sastra warga suatu kebudayaan dan diturun-temurunkan secara lisan dari mulut ke mulut (Danandjaja, 1997 : 19). Selanjutnya Atmazaki (1993:82) bahwa sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut oleh seorang pencerita atau penyair kepada pembaca atau kelompok pendengar. Senada dengan hal tersebut Arifin mengemukakan bahwa sastra lisan merupakan sastra lama yang disampaikan secara lisan (dari mulut ke mulut) umumnya disampaikan dengan baik dengan music tidak (1990:3). Sastra lisan merupakan suatu unsur kebudayaan yang sangat menonjol dalam daerah tertentu (Setia, dkk, 1990:3).
    Hutomo (Srizul, 2001:9) membagi sastra dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut:
1.    Bahasa yang bercorak cerita seperti cerita bahasa dan legenda.
2.    Bahasa yang bukan cerita ungkapan, nyanyian, peribahasa, teka-teki, puisi lisan, dan nyanyian sedih.
3.    Bahasa yang bercorak latihan seperti latihan drama dan pentas.

Dalam hubungan dengan hal itu, Danandjaja (1997:22) membagi sastra lisan dalam enam jenis yaitu sebagai berikut: (1) Bahasa rakyat seperti sindiran dan mantra, (2) ungkapan tradisional seperti pepatah, peribahasa, dan seloka, (3) pertanyaan tradisional seperti teka-teki, (4) cerita rakyat seperti mitos, legenda, dan dongeng, (5) puisi rakyat seperti pantun, syair, bidal, dan gurindam, (6) nyanyian rakyat.

2.3 Puisi Lama
    Puisi lama adalah pancaran masyarakat lama, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.Merupakan masyarakat yang hidup bersama atau masyarakat gotong royong.
2.Merupakan masyarakat buta huruf. Kalaupun ada tulisan, maka mereka kepandaian tulis baca itu merupakankepandaian istimewa dan hanya terbatas pada golongan cendekiawan atau para pujangga.
Itulah sebabnya puisi lama mempunyai ciri-ciri  sebagai berikut:
a.    Puisi lama pada umumnya merupakan puisi rakyatdan tidak dikenal pengarangnya (anonim). Hal ini juga disebabkan para pujangga tidak mau menonjolkan diri serta mengabdikan hasil karyanya kepada masyarakat sehingga menjadi milik bersama.
b.    Puisi lama pada umumnya disampaikan dari mulut ke mulut, sehingga menjadi sastra lisan. Setelah terdapat tulisan barulah kita jumpai puisi tertulis seperti syair dan gurindam. Namun mereka belum dikenal teknik percetakan, maka hasil karya sastra mereka itu tidak dapat dibaca oleh seluruh masyarakat.
c.    Puisi lama itu sangat  terikat oleh  syarat-syarat yang mutlak dan tradisional, yaitu jumlah baris dalam tiap bait, jumlah suku kata dalam tiap baris, sajak serta irama.
Usman (1963:193) mengemukakan bahwa puisi lama merupakan bagian kebudayaaan lama yang dipancarkan oleh masyarakat lama. Jadi kalau kita hendak mengenali puisi lama itu, maka pertama mestilah mengenal kebudayaan masyarakat lama itu sendiri.
Dikemukakan pula oleh Sutarno (1967:13-15) bahwa puisi lama ialah puisi yang terikat oleh syarat-syarat tertentu yang tradisional. Di samping syarat-syarat khusus yang terdapat pada tiap-tiap jenis, juga terdapat syarat-syarat umum  antara lain: (a) Jumlah baris pada bait, (b) jumlah suku kata pada tiap baris, (c) susunan sajak secara vertikal pada akhir baris, (d) hubungan baris-barisnya, (e) iramanya menurut pola tertentu.
Dalam dunia kesusastraan termasuk sastra lisan, puisi merupakan salah satu genre sastra yang intinya mengutamakan pemadatan isi dan mengungkapkan suatu keadaan dengan cara pensublimasian. Dalam hal pemberian definisi tentang puisi, baik puisi lama maupun puisi modern sampai saat ini belum diketemukan batasan yang tepatdan memadai, karena konsep-konsep yang diajukan oleh para ahli selalu berorientasi pada pendekatan yang berbeda, yaitu struktur fisik dan struktur batin.
Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa yang dimaksud dengan puisi lama adalah semua bentuk puisi yang terikat oleh syarat-syarat tradisional seperti keterikatan jumlah baris dalam sebait, jumlah suku kata dalam tiap baris, berirama, mempunyai rima, bersifat komunal dan bersifat amonim.
Zubair Usman mengemukakan bahwa puisi lama adalah sebagian dari budaya  lama yang dipancarkan oleh masyarakat lama (Usman, 1963 : 139). Hal ini sjalan debgan yang dikemukakan oleh Amabry (1986 : 20).

2.4    Mantra
Mantra adalah dua istilah yang telah resmi pemakaiannya dalam bahasa Indonesia. Dilihat dari segi maksud dan tujuannya, mantra belum mempunyai perbedaan yang jelas dengan doa. Oleh karena itu orang kadang-kadang menyamakan doa dengan mantra. Dalam konteks penelitian ini, perbedaan yang mendasar antara mantra dan doa adalah pemakaian istilah saja. Sedangkan perbedaan mendasar lainnya tampak dalam pemakaian bahasanya. Apabila ditinjau dari segi tinjauan mantra dan doa mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama mengundang arti permohonan terhadap kekuatan yang gaib untuk memenuhi harapan atau keinginan. Namun demikian kedua kata tersebut belum digolongkan sebagai kata yang bersinonim.
Kekaburan perbedaan makana antara mantra dengan doa tidak menghalangi orang mengidentifikasikan mantra maupun doa secara terpisah seperti berikut ini.
Mantra adalah kata-kata yang mengandung khidmat kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh pawang. Kesalahan dalam mengucapkan mantra dianggap dapat mendatangkan marah bahaya (Haeruddin, 1995 : 34). Sedangkan Badudu (1984 : 5-6) memberi batasan tentang mantra sebagai suatu bentuk puisi lama dan dianggap sebagai puisi tertua di Indonesia. Kata dan kalimatnya tetap merupakan aturan yang tidak bisa ditawar lagi. Kedua pendapat yang dikemukakan tadi, terangkum dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang mengartikan mantra sebagai : (a) perkataan atau ucapa yang dapat mendatangkan daya gaib, (b) susunan kata berunsur puisi (rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib yang lain (Debdikbud, 1995 : 558)
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa mantra itu berupa ucapan atau perkataan yang dapat mendatangkan kekuatan gaib. Namun demekian, di dunia yang serba modern ini tidak semua ucapan-ucapan dalam mantra itu terbukti kekuatannya. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi dari manusia itu sendiri serta kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mantra merupakan bentuk puisi lama yang erat pula dengan kepercayaan sejak masa purba. Kata-kata dalam mantra dianggap mengandung kekuatan gaib. Yunut (1981 : 213-216) mengatakan bahwa mantra ditujukan kepada makhluk gaib, maka kalau dihadapkan kepada manusia itu menjadi sesuatu yang tidak mudah dipahami dan bahkan tidak mempunyai arti. Yang dipentingkan dalam sebuah mantra adalah bukannya bagaimana dapat memahaminya, akan tetapi bagaimana dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan manusia. Senada dengan pendapat tersebut di atas (Suprapto, 1993 : 48) mengatakan bahwa mantra merupakan bentuk puisi lama yang mempunyai atau dianggap dapat mendatangkan kekuatan gaib yang biasanya diajarkan atau diucapkan oleh pawing untuk menandingi kekuatan yang lain.
Selanjutnya menurut Djamaris (1990:20) mengatakan bahwa mantra merupakan suatu gubahan bahasa yang diresapi oleh kepercayaan dunia gaib dan sakti. Dalam Kamus Istilah Sastra (1986:58) Panuti Sujiman mengatakan bahwa mantra dapat mengandung tantangan atau kekuatan terhadap sesuatu kekuatan gaib dan dapat berisi bujukan agar kekuatan gaib tersebut tidak berbuat yang merugikan.  
Demikian berapa pengertian mantra yang dikemukakan para ahli. Dari beberapa pengertian tersebut telah memberi pemahaman bagi kita bahwa mantra itu berupaucapan atau perkataan yang dapat mendatangkan kekuatan gaib.
Mantra merupakan puisi magis, yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dengan cara yang luar biasa. Oleh karena itu, dalam menggunakan mantra tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Mastrawijaya (Ikram, 1993 :16) menggolongkan mantra menjadi dua kelompok, yaitu mantra magi puti dan mantra magi hitam. Mantra magi putih digunakan untuk kebaikan dan mantra magi hitam digunakan untuk kejahatan.
Pada dasarnya mantra adalah ucapan yang tidak perlu dipahami, sehingga ia kadang-kadang tidak dipahami karena ia lebih merupakan permainan bunyi dan bahasa belaka. Sebagai sebuah mantra ia mesti mempunyai sifat-sifat yang ada pada sebuah mantra. Bahasa sebuah mantra bersifat esoterik yang tidak mudah dipahami, bahkan mungkin tidak mempunyai arti nominal.
Mantra adalah unsur irama yang berpola tetap yang perwujudannya dapat berupa pertentangan yang berselang seling antara suku yang panjang dengan suku yang tidak beraksen. (Kamus Sastra Indonesia, 1991 : 79).
Suatu mantra yang diucapkan dengan tidak semestinya, salah lagunya, dan sebagainya, maka hilang pula kekuatannya. Sebuah mantra pada dasarnya menghubungkan manusia dengan dunia yang penuh dengan misteri atau gaib untuk atau tidak melakukansesuatu terhadap manusia yang mengucapkannya.sebuah mantra dinilai dari kemajutannya bukan dari kejelasan penyampaiannya, yang penting bagi sebuah mantra bukanlah bagaimana orang dapat memahaminya tapi kenyataannya sebagai sebuah mantra. Kemanjurannya sebagai sebuah mantra juga tidak meminta untuk dipahami, karena tidak ada persoalan pemahaman.
Mantra adalah karya sastra lama dan dianggap sebagai puisi tertua di Indonesia, yang berisikan puji-pujian terhadap sesuatu yang gaib atau pun sesuatu yang dianggap harus dikeramatkan seperti dewa-dewa, roh-roh, binatang-binatang ataupun Tuhan, biasanya diucapkan oleh dukun dan pawang. Dalam Kamus Istilah Sastra (1986 : 58). Sudjiman mengatakan bahwa mantra mengandung tantangan atau kutukan terhadap sesuatu kekuatan gaib dan dapat berisikan bujukan agar kekuatan gaib tersebut tidak berbuat yang merugikan.
Mantra adalah puisi magis, yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dengan cara yang luar biasa. Apabila dalam hidupnya orang menemui permasalahan yang tidak dapat dipecahkan melalui akal dan pikiran, maka mereka akan mempergunakan mantra-mantra, dengan mengharapkan tujuan akan tercapai.
Ada dua pandangan terhadap mantra, yaitu yang menggolongkan sebagai karya sastra dan yang tidak mengakui mantra sebagai karya sastra. Tentu saja tergantung dari segi mana memandangnya : tidak selalu semua konvensi sastra dapat dipenuhi sekaligus oleh sebuah karya sastra. Mantra itu perlu dilihat dari segi struktur atau bentuknya. Bahasa yang terdiri dari kata-kata yang indah dan diksi yang terpilih mengandung makna yang sangat dalam sehingga mantra mampu mencapai tujuan dan irama yang rapat dengan rima yang beraneka ragam. Semuanya itu merupakan ciri estetis yang dimiliki oleh mantra. Sesuai H Ricard ada dua unsur dalam membangun puisi. Pertama, hakikat puisi yang meliputi makna, rasa, nada dan amanat (tujuan, maksud). Kedua metode puisi yang terdiri dari diksi, imajinasi, majas, irama, dan rima. Dengan demekian, dari segi intrinsi mantra merupakan karya sastra (dalam Ikram, 1993: 17-18).
Mukarovski dan muridnya Vodicka menyodorkan pendapat mengenai karya sastra dan penikmatnya, bahwa karya sastra sebagai artefak yang mati sebagai tugu, dapat dihidupkan lewat konkretisasi oleh pembacanya (Teeuw dalam Ikram, 1993:18). Jadi bukan saja mantra, bahkan karya sastra lainnya pun tanpa dihidupkan oleh pembaca/pendengarnya tidak bearti apa-apa dan hanya merupakan benda mati belaka. Apabila karya puisi, sudah dibaca pun masih belum tentu dapat dimengerti. Dilihat dari segi bentuknya mantra sebagai karya sastra yang sarat dengan rima tersusun secara indah dengan diksi-diksi yang terpilih dan sangat kuat, yang dianggap mempunyai kekuatan gaib.

2.5    Mantra dalam Masyarakat
Mantra dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat. Artinya, mantra tercipta dari masyarakat. Mantra tidak mungkin ada jika tidak ada masyarakat pewarisnya. Demikian pula yang terjadi pada masyarakat tradisional yang berpegang teguh pada adat istiadatnya, tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mantra. Kepercayaan akan adanya kekuatan gaib selalu mendorong mereka untuk merealisasikan kekuatan tersebut kedalam wujud nyata untuk memenuhi kebutuhannya.
Namun harus diakui pula bahwa keberadaan mantra dewasa iniberbeda dengan mantra sebelumnya. Hal ini disebabkan terjadinya pegeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat I tu sendiri. Saat itu hanya sebagian kecil masyarakat perkotaan yang teap mempertahankan kegiatan–kegiatan yang bersifat mitos terutama mereka yang tetap meempertahankan kegiatan-kegiatan yang bersifat mitos terutama mereka yang tetap berpegang teguh pada adat istiadatnya.
Mantra adalah sesuatu yang lahir dari masyarakat sebagai perwujudan dari keyakinan atau kepercayaannya. Terutama dalam masyarakat tradisional, mantra bersatu  dan terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pawang atau dukun yang ingin menghilangkan wabah penyakit dapat dilakukan dengan membacakan mantra-mantranya. Masih banyak lagi kegiatan-kegiatan lain terutama yang berhubungan dengan adat biasanya didahului dengan mantra. Menurut kepercayaan mereka bahwa dengan mengucapkan mantra itu kegiatan mereka akan sukses dan mempunyai berkah. Kebiasaan ini berlangsung secara turun-temurun, dan sampai sekarang masih kita temukan dalam mayarakat terutama dalam masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, mantra sebagai karya yang lahir dari masyarakat maka keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat.

2.6    Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar
Mantra keseharian masyarakat Bugis Makassar yang dimaksud seperti mantra bepergian yang digunakan saat bepergian, yang dipercaya mencegah musibah dalam perjalanan, mantra mandi yang digunakan pada saat mandi, umtuk menyucikan diri dan membersikan diri, dan mantra tidur digunakan pada saat tidur menjaga dari mimpi buruk atau gangguan makhlik halus pada saat tidur.

BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITAN

3.1    Metode dan Jenis Penelitian
Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data penelitian ini adalah metode Deskriptif Kualitatif. Dikatakan Deskriptif karena dalam penelitian ini mendeskripsikan data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai data yang ditemukan. Dikatakan kualitatif karena dala¬m menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan satu sama lain dengan menggunakan kata-kata atau kalimat bukan menggunakan angka-angka statistik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Dikatakan demikian karena peneliti terjun langsung ke lapangan penelitian untuk mendapatkan data yang representatif untuk menjawab permasalahan penelitian.

3.2    Data dan Sumber Data
3.2.1    Data
Data penelitian ini adalah mantra-mantra keseharian yang digunakan oleh masyarakat Bugis Makassar di Kecamatan Mariso Kota Makassar.

3.2.2    Sumber Data
Sumber penelitian ini adalah dari kakek penulis yang digunakan dalam keseharian masyarakat Bugis di
Dalam pemilihan ¬informan ini digunakan kriteria sebagai berikut:
(1)    Orang Tua yang sangat berperan atau dipercayai oleh masyarakat.
(2)    Tidak mengalami gangguan kejiwaan.
(3)    Memiliki cukup waktu untuk memberikan informas yang dibutuhkan.
(4)    Bersifat terbuka dan tidak kaku dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.

3.2.3    Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap. Pemakaian metode ini diharapkan dapterjadi kontak antara peneliti dengan informan.
Sebagai operasionalisasi dari metode cakap digunakanlah teknik pancing, teknik rekam, dan teknik introspeksi. Penggunaan teknik-teknik tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1.    Teknik pancing ini digunakan dengan segenap kecerdikan dan kemampuan peneliti agar informan dapat memberikan informasi tentang mantra-mantra keseharian yang digunakan oleh masyarakat Bugis.
2.    Teknik rekam digunakan untuk merekam mantra-mantra yang berhasil di dapat berdasarkan teknik pancing.
3.    Teknik introspeksi digunakan untuk mengecek data-data yang diperoleh: apakah sudah mencakup aspek-aspek yang diteliti atau belum.

3.2.4    Metode Analisis Data
Data dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data penelitian ini adalah metode Deskriptif Kualitatif. Dikatakan Deskriptif karena dalam penelitian ini mendeskripsikan data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai data yang ditemukan.


2 komentar:

  1. boleh nanya kan nih ? hehehe... memang apa saja mantra kesehraian masyrakat bugis ? kaya katakat mantranya gitu

    BalasHapus
  2. punya atau tidak teori mengenai fungsi mantra, kalau punya boleh dong share,,trimakasih.

    BalasHapus